Kamis, 30 Desember 2010

Celah


“Nah, adek-adek, ada yang mau ditanyain?” Kutatap satu persatu adik mentoringku.
“Mm, jadi make jilbab itu wajib ya, Kak? Trus, kalo nggak dibolehin sama orang tua gimana dong, dosa juga?” Tanya Melani.
“Iya. Makanya kita harus bilang sama orang tua dengan baik-baik, perlahan-lahan. Kita tunjukin dengan pake jilbab kita berubah jadi baik, tambah rajin, pokoknya pinter-pinter kita ngambil hati ortu deh. Kan yang tau ortu kita, ya kita sendiri.”
“Boleh nggak Kak, kita marah-marah sama Mama gara-gara itu?”
“Ya, jangan donk. Kan Mama ngelarang karena beliau nggak tau. Jadi kewajiban kita untuk ngasih tau, tapi baik-baik, jangan pake marah-marah. Kan minggu kemaren Kakak pernah bacain hadist tentang kewajiban anak menghormati ibu. Masih inget nggak gimana bunyinya?”
“Inget, Kak, inget. Bunyinya… eh, gimana ya? Pokoknya belakangnya ‘ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu,” jawab Gina maksa.
“Ih, maksa banget sih? Gini lagi, ‘ketika salaah seorang sahabat bertanya sama Rasulullah saw, siapa yang harus kita hormati, Rasulullah saw menjawab ibumu sampe tiga kali, lalu ayahmu,” ralat Rifka.
“Pinter… yang lain gimana, ada yang mau ditanyain?”
“Mm, udah Kak, pulang yuk…” rengek Shelly yang kukenal paling manja di antara adik-adikku.
“Ya udah deh, kalo udah pada capek, kita tutup aja mentoring untuk hari ini. Mudah-mudahan kita ketemu lagi minggu depan dalam keadaan sehat dan tidak kurang satu apapun. Yuk, siapa yang mau mimpin do’a?”
“Kakak aja deh…” sahut Filza.
***
“Assalamu’alaikum.” Ucapku sambil melangkahkan kaki di ambang pintu.
“Waalaikumsalam. Dari mana, Sayang?” Tanya Mama yang tengah duduk di ruang tamu dengan beberapa temannya. Rupanya sedang ada arisan di rumah.
“Dari kampus, Ma,” jawabku sekenanya.
“Ini putri Jeng yang pertama, yang tadi Jeng ceritakan? Cantik, ya. Saya jadi ingat dengan salah seorang istri ustadz yang sering muncul di tivi. Siapa namanya?” Tanya salah satu teman Mama.
“Tiara, Tante,” ucapku sambil tersenyum. “Ma, Tiara masuk dulu, ya,” pamitku.
Lelah sekali, tak sabar rasanya ingin kurebahkan tubuh ini. Baru beberapa menit berbaring, suara di kamar sebelah memaksaku bangun. Suara laki-laki? Di rumah ini tak ada laki-laki selain Papa yang baru pulang nanti malam. Lagipula, sejak kapan Papa mau menyempatkan diri mengunjungi kamar anak-anaknya? Otakku segera memerintahkan kaki untuk melangkah ke luar.
Tok… tok… tok…
“Fel… Felli… bukain pintunya donk…” pintaku sambil mengetuk pintu.
Cukup lama, akhirnya pintu itu terkuak sedikit. Sebentuk wajah manis adikku melongok.
“Kenapa, Kak?”
“Nggak, tadi kayaknya Kakak denger suara cowok deh. Ada temen kamu?” tanyaku to the point.
“Nggak ada kok. Kakak salah denger kali,” jawabnya salah tingkah.
“Masa sih? Orang Kakak denger jelas banget kok,kudorong pintu kamarnya dan mencoba masuk.
“Ihh, Kak Rara apa-apaan sih, masuk-masuk kamar orang. Udah ah, Felli mau tidur.”
“Kalo nggak ada siapa-siapa, kok Kakak nggak boleh masuk?” tanyaku penuh selidik.
“Kan Felli udah bilang, Felli mau tidur. Udah deh, Kak, jangan ikut campur urusan orang.” Brakk!
Hh, ngapain ya, mereka di kamar? Aku nggak boleh diam aja. Mm, lapor Mama! Ups, tapi… emang Mama peduli?
***
“Itu lagi alasannya. Tiap Mama ajak ke rumah Tante Willy, pasti rapat. Kayak anggota dewan aja. Apa sih yang kamu urusin di kampus, kok nggak selesai-selesai rapatnya? Daripada sibuk-sibuk nggak jelas gitu, mendingan kamu urusin diri sendiri. Liat tuh penampilanmu. Udah kayak Bu Haji aja. Kamu itu cantik, Ra. Kalo kamu tunjukin rambut indahmu, pasti banyak cowok yang ngejar-ngejar. Udah Mama beliin baju mahal-mahal, nggak dipake. Coba liat adikmu, Felli. Penampilannya modis, nggak kampungan gitu,” ceramah Mama panjang lebar.
“Kenapa mesti ngajak Rara? Kan Mama bisa minta temenin Felli. Rara bener-bener nggak bisa, Ma. Rara udah janji sama temen.”
“Tante Willy tuh nanyain kamu terus, Sayang. Mama sama tante Willy udah sepakat, kalo kamu akan dijodohkan sama anaknya Tante Willy.”
“Lho, Rara masih semester tiga, Ma. Belum mikirin sampe ke situ.”
“Yang  bilang kamu nikah sekarang itu siapa? Maksud Mama, kan kalian bisa kenalan dulu, pacaran. Pasti kamu nggak bakalan nolak kok, kalo udah liat orangnya.”
“Yah, tapi lain kali aja deh, Ma. Rara udah telat nih,” pintaku memelas sambil meraih tangan Mama dan mengecupnya.
***
“Trus gimana dong, Kak, masa Filza mesti mutusin dia?”
“Filza lebih cinta dia atau Allah?”
“Ya Allah dong.”
“Nah, Allah nggak mau diduain. Kita juga nggak mau dong, jadi orang munafik, yang ngakunya cinta Allah, tapi nggak peduli sama larangan-Nya?”
“Iya, ya, Kak…”
“Kak, katanya abis materi, Kakak mau kita ajak jalan-jalan. Ayo dong, Kak, ntar kesorean…” ajak Shelly.
“Ntar dulu dong, temen-temennya ada yang mau nanya lagi nggak?”
“Nggak…” serempak mereka menjawab.
“Kita makan dulu yuk, laper nih,” ajak Ririn, ketika kami sampai di pelataran sebuah mall.
“Pantesan dari tadi Ririn diem aja, laper rupanya,” godaku, Ririn tersenyum malu.
Akhirnya kami masuk ke sebuah food court dan duduk di salah satu meja. Di meja lain di hadapanku duduk sepasang remaja yang sedang (maaf) berciuman, lalu mereka tertawa. Entah apa yang lucu. Perutku mendadak mual melihatnya. Rasanya kemungkinan kecil mereka sudah menikah, karena masing-masing masih menggunakan seragam SMA. Sudah sedemikian rendahkah rasa malu remaja di negeri ini?
Setelah selesai makan, kami bangkit dari kursi masing-masing. Mataku terbelalak kaget ketika mellihat salah satu dari sepasang remaja yang kuanggap telah hilang rasa malunya itu adalah adikku sendiri. Mereka juga telah selesai dan berjalan dengan santai melewati kami.
“Felli!” refleks aku memanggilnya.
Keduanya menoleh. Sejenak kulihat tatapan kagetnya, sebelum akhirnya melangkah lagi seolah tanpa rasa bersalah.
“Siapa, Kak?” Tanya Rifka.
“A…adik Kakak,” jawabku terbata.
“Adik Kakak? Kok… tadi Mela ngeliat, mereka…” Mela memang duduk di sebelahku, mungkin dia melihat apa yang kulihat.
“Itu cowoknya? Kata Kakak, pacaran itu nggak boleh. Kok adik Kakak sendiri pacaran? Kakak munafik! Filza nggak mau percaya sama Kakak lagi!” Teriak Filza sebelum berlari ke luar.
“Iya, kita juga!” yang lain ikut berlari.
Aku hanya bisa tertunduk sedih. Dakwah keluarga memang sulit, Dik…lirihku, diiringi tatap heran orang-orang sekitar.

Senin, 12 Juli 2010

Pilihan

“Mbak Farah!” Panggil seorang anak kecil sambil berlari ke arahku.
”Eh, Doni. Mau ke sekolah, ya? Kok seragamnya nggak dipake?” tanyaku heran. Biasanya jam segini anak itu sudah berangkat ke sekolahnya.
”Nggak, Mbak. Kata Ibu, Doni nggak usah sekolah lagi,” jawabnya dengan wajah muram.
”Lho, kenapa?” tanyaku lagi.
”Soalnya Ibu nggak punya uang lagi untuk bayar sekolah Doni. Pak Guru bilang, kalo hari ini Doni nggak bayar SPP, Doni nggak boleh masuk sekolah.”
”Ya udah, sekarang Doni ganti baju dulu, pake seragamnya. Biar Mbak antar ke sekolah. Nanti Mbak ngomong sama Pak Guru, jadi Doni boleh masuk sekolah lagi,” kataku tanpa pikir panjang.
Ya, membantu orang yang membutuhkan tak perlu pikir panjang. Insya Allah uang cash dalam dompetku cukup untuk membayar SPP sekolahnya.
”Yang bener, Mbak?” Ia berlari setelah melihat anggukan kepalaku.
”Udah siap? Yuk, naik!” Ajakku sambil membukakan pintu Escudo kesayanganku.
Ya Allah, kasihan sekali anak ini. Ibunya seorang buruh cuci. Penghasilan yang diperoleh, hanya cukup untuk makan, itu pun pas-pasan. Bahkan terkadang kurang. Ayahnya pergi entah ke mana, setelah membawa seluruh tabungan yang disiapkan ibunya untuk sekolah Doni. Meskipun begitu, Doni terlihat senang saat menceritakan ini padaku sepulang belajar mengaji di masjid. Ketika kutanya mengapa, jawabannya membuatku tercengang, soalnya kalo Bapak pergi, Doni nggak dipukulin lagi!
***
”Pakaiannya udah dimasukin, Sayang?” tanya Bunda sambil memindahkan beberapa bahan makanan ke meja di sebelahku.
”Udah, Bunda. Tinggal dimasukin ke mobil. Oh iya, buku-buku pelajarannya belum,” jawabku, lalu berlari ke kamar dan mengambil beberapa buku pelajaran SD yang kubeli sepulang kuliah kemarin.
Hari ini kami akan membagikan bahan makanan dan pakaian kepada warga desa sebelah yang membutuhkan. Kegiatan ini rutin kami lakukan. Aku bersyukur sekali, memiliki orang tua yang suka berbagi rezeki kepada orang yang kekurangan. Tidak seperti calon-calon walikota itu, yang bagi-bagi sembako hanya saat kampanye.
”Udah siap semua?” tanya ayah sambil mengangkat kotak-kotak berisi pakaian ke dalam mobil. ”Nggak ada yang kelupaan?” lanjutnya.
”Udah, Yah. Insya Allah udah semua,” jawabku sambil membantunya.
Ya Allah, semoga barang-barang ini bermanfaat dan menjadi kebaikan bagi mereka, doaku dalam hati.
***
Alhamdulillah, akhirnya selesai juga tugas kuliah yang kukerjakan sejak sore tadi. Kulirik jam dinding, baru jam delapan. Tumben, biasanya sampai larut malam. Yah, aku memang sulit sekali mengubah cara belajarku yang SKS ini.
”Farah...” panggil ayah dari luar kamar.
”Ya, Yah,” jawabku sambil berjalan ke luar.
”Sini, Sayang. Ayah mau ngomong sesuatu.”
Kuhempaskan tubuh di sebelah ayah. Tangan ayah yang kukuh membelai lembut rambutku. Aku menikmati saat-saat seperti ini, saat aku, Ayah, dan Bunda berkumpul. Biasanya kami bercerita tentang pengalaman hari ini, sambil bergurau melepas kepenatan.
”Ayah mau ngomong apa sih, kok kayaknya serius banget?” tanyaku heran.
”Ayah yakin, Bunda dan Farah pasti udah ngerti tentang syari’at Islam dengan baik. Makanya Ayah mau diskusi sama Bunda dan Farah. Ini soal Bu Odah, janda di kampung sebelah.”
Ayah menghentikan penjelasannya sejenak.
”Bu Odah ibunya Doni? Emang Bu Odah kenapa, Yah?” selaku.
”Mm, Ayah bermaksud membantu mereka.”
Jawaban Ayah membuat keningku dan Bunda berkerut.
”Maksud Ayah?” tanyaku dan Bunda hampir bersamaan.
”Iyaa... Ayah bermaksud membantu mereka... dengan menikahi Bu Odah,” Ayah mengakhiri penjelasannya.
”Maksud Ayah? Ayah bercanda, ya?” tanya Bunda tak percaya.
“Iya, Ayah ngaco ah. Ha ha ha, lucu banget deh, Yah.” Aku juga tak percaya.
“Ayah serius, Bunda, Farah. Bunda dan Farah tau kan kondisi mereka? Bu Odah nyaris tidak berpenghasilan. Mereka butuh bantuan,” jawab Ayah.
”Tapi kan nggak harus dengan cara gini, Yah.” Aku mencoba menahan sesak yang tiba-tiba terasa. Kenapa jadi begini?
”Apa yang selama ini kita lakukan bukan membantu mereka namanya?” Mata Bunda sudah berkaca-kaca.
”Bunda, mereka bukan cuma butuh bantuan materi. Banyak pertimbangan lain yang...”
”Sudah, Bunda nggak mau dengar alasan Ayah lagi,” potong Bunda, lalu berjalan ke kamar dan membanting pintu.
”Ayah, pokoknya Farah nggak setuju Ayah nikah lagi sama Bu Odah, atau sama siapa pun. Titik!” kataku sambil berjalan menuju kamar dan meninggalkan Ayah sendirian.
 Apa sih kurangnya Bunda? Apa kurangnya keluarga ini, sampe ayah mau nikah lagi? Ya Allah, Farah bukan mau menentang syari’at-Mu. Tapi Farah nggak pernah membayangkan ini terjadi pada Farah, pada Bunda. Farah nggak mau melihat luka di wajah Bunda....
***
Sejak kejadian malam itu, ayah tak pernah membahas masalah ini lagi. Bahkan aku dan Bunda tidak pernah bicara lagi pada Ayah. Beberapa malam ini Ayah tidur di sofa, karena Bunda selalu mengunci pintu kamar sebelum Ayah masuk. Bukan sekali Ayah meminta maaf dan berniat menjelaskan lagi semuanya, tapi Bunda tak pernah mau mendengar. Bunda bilang, beliau akan memaafkan jika Ayah berjanji tidak akan berpikir untuk menikah lagi.
Baru kali ini aku melihat Ayah dan Bunda bertengkar. Selama ini keluarga kami nyaris tak pernah bermasalah. Dan ini membuatku sangat terpukul. Apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki semuanya?
”Bunda, Ayah mau bicara.”
Bunda yang berjalan menuju kamar menghentikan langkahnya.
”Ayah sudah berpikir. Ayah mengurungkan niat untuk menikahi Bu Odah.”
”Ayah serius?” Bunda meyakinkan.
”Ya,” jawab Ayah sambil tersenyum.
Alhamdulillah, ucapku penuh syukur.
***
Hari ini aku pulang lebih cepat. Dosen yang seharusnya mengajar, sedang ke luar kota. Sebelum ke rumah, kuputuskan untuk membeli roti bakar kesukaan Bunda. Bunda pasti senang sekali.
Kuparkir mobil di pinggir jalan, lalu segera turun dan memesan roti bakar spesial. Setelah pesanan selesai dan membayar, aku kembali ke mobil. Namun keramaian di seberang jalan mengusik pandanganku. Rasa penasaranku pun muncul.
Ternyata keramaian bersumber dari sebuah rumah di lorong seberang jalan. Lho, itu kan rumah Doni. Otakku segera memerintahkan kaki untuk melangkah mendekat.
Di rumahnya, Doni menangis terisak-isak. Beberapa tetangga berusaha menenangkan. Sudut mataku menangkap bayangan Ayah dan Bunda. Langkah kakiku segera mendekat ke arah mereka.
”Apa yang terjadi, Yah?” tanyaku pada Ayah. Bunda terisak di bahunya.
“Bu Odah bunuh diri,” jawab ayah singkat, namun membuatku terpana. ”Bu Odah tidak sanggup menghadapi semuanya sendirian, Sayang,” lanjut ayah.
Ya Allah, kenapa aku tak pernah memikirkan ini sebelumnya? Apa aku terlalu egois? Ya Allah, apa aku turut bertanggungjawab atas pilihan Bu Odah?
Aku tak sanggup lagi berkata-kata. Dadaku terasa sempit, hingga tak mampu menampung segala sesal yang datang berimpitan.

Jumat, 28 Mei 2010

Jerawat? Bu-bye!

Hampir semua orang pernah ngalamin yg namanya jerawatan. ada yang cepat hilang, ada juga yang lama dan bahkan bekasnya tidak hilang-hilang. nah, buat yang terakhir disebut, ada beberapa tips yang bisa dicoba untuk menghilangkan jerawat:

Saran 1 : Ambil sepotong ubi kayu. Kupas kulitnya. Buang kulitnya. Bersihkan. Parutkan. Peras untuk dapatkan airnya. Sapukan air perahan pada muka anda yang ada bekas jerawat. Lakukan setiap hari selama seminggu. Insya-Allah, hasilnya memuaskan.


Saran 2 : Tumbuk beberapa batang kulit kayu manis dan jadikan serbuk. Campurkan dengan sedikit air. Sapukan pada bekas jerawat. lakukan selama seminggu.


Saran 3 : Ambil 10 helai daun sireh muda, bersihkan dan tumbuk hingga lumat. Muka hendaklah dibersihkan dengan air hangat dan sapukan sireh pada muka terutama di bagian bekas jerawat. Biarkan kira-kira setengah jam atau hingga kering. Cuci muka bersih-bersih dan lap kering. lakukan 3 kali seminggu.


Saran 4 : Asah kulit kayu manis dan campurkan dengan madu lebah. Tempelkan pada muka yang ada bekas jerawat setiap malam. Esoknya, cucilah dengan air hangat.


Saran 5 : Tumbuk sepuluh helai daun sireh muda. Tempelkan pada muka terutama bekas jerawat. Setelah kering, cuci muka dengan air bersih. lakukan 3 kali seminggu.


Saran 7 : parut timun dan tapis airnya.Tampalkan ampas timun pada wajah yang berjerawat. Biarkan setengah jam. Kemudian cuci dengan air hangat.


Saran 8 : sebelum mandi, usapkanlah kulit pisang klutuk (batu) yang sudah matang pada kulit wajah. lalu biarkan sekitar 10 menit, seolah2 anda sedang dimasker. setelah itu bilas dengan air teh basi, dan baru mandi, atau cara kedua adalah dengan menghaluskan biji pinang tua, campur dengan air mawar. gunakan sebagai bedak setiap hari.hindari makan makanan yang pedas dan berlemak. sering memakan tape ketan dan tape singkong adalah baik untuk kulit anda.


Saran utama: rajin-rajinlah berwudhu, karena itu akan membuat wajah kita lebih segar dan bercahaya.


Dari berbagai sumber.

Kamis, 18 Maret 2010

Tigabelas Penawar Racun Kemaksiatan

Berikut ini ada beberapa terapi mujarab untuk menawar racun kemaksiatan.

1. Anggaplah besar dosamu
Abdullah bin Mas'ud radhiallahu anhu berkata, ''Orang beriman melihat
dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, ia takut gunung
tersebut menimpanya. Sementara orang yang fajir (suka berbuat dosa)
dosanya seperti lalat yang lewat di atas hidungnya.''

2. Janganlah meremehkan dosa
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ''Janganlah kamu
meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu
seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa
ranting sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang
melakukan suatu dosa menganggap remeh suatu dosa, maka itu akan
membinasakannya.'' (HR. Ahmad dengan sanad yang hasan)

3. Janganlah mujaharah (menceritakan dosa)
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ''Semua umatku dimaafkan
kecuali mujahirun (orang yang berterus terang). Termasuk mujaharah ialah
seseorang yang melakukan suatu amal (keburukan) pada malam hari kemudian
pada pagi harinya ia membeberkannya, padahal Allah telah menutupinya, ia
berkata, 'Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan demikian dan
demikian'. Pada maalm hari Tuhannya telah menutupi kesalahannya tetapi
pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.'' (HR.
Bukhari dan Muslim)

4. Taubat nasuha yang tulus
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ''Allah lebih bergembira
dengan taubat hamba-Nya tatkala bertaubat daripada seorang di antara
kamu yang berada di atas kendaraannya di padang pasir yang tandus.
Kemudian kendaraan itu hilang darinya, padahal di atas kendaraan itu
terdapat makanan dan minumannya. Ia sedih kehilangan hal itu, lalu ia
menuju pohon dan tidur di bawah naungannya dalam keaadaan bersedih
terhadap kendaraannya. Saat ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba
kendaraannya muncul di dekatnya, lalu ia mengambil tali kendalinya.
Kemudian ia berkata, karena sangat bergembira, 'Ya Allah Engkau adalah
hambaku dan aku adalah Tuhanmu'. Ia salah ucap karena sangat
bergembira''. (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Jika dosa berulang, maka ulangilah bertaubat
Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata, ''Sebaik-baik kalian adalah
setiap orang yang diuji (dengan dosa) lagi bertaubat.'' ditanyakan,
'Jika ia mengulangi lagi?' Ia menjawab, 'Ia beristighfar kepada Allah
dan bertaubat.' Ditanyakan, 'Jika ia kembali berbuat dosa?' Ia menjawab,
'Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.' Ditanyakan, 'Sampai
kapan?' Dia menjawab, 'Sampai setan berputus asa.'''

6. Jauhi faktor-faktor penyebab kemaksiatan
Orang yang bertaubat harus menjauhi situasi dan kondisi yang biasa ia
temui pada saat melakukan kemaksiatan serta menjauh darinya secara
keseluruhan dan sibuk dengan selainnya.

7. Senantiasa beristighfar

Saat-saat beristighfar:

a. Ketika melakukan dosa

b. Setelah melakukan ketaatan

c. Dalam dzikir-dzikir rutin harian

d. Senantiasa beristighfar setiap saat

Rasulullah shalallahu alaihi wa salam beristighfar kepada Allah dalam
sehari lebih dari 70 kali (dalam hadits lain 100 kali).

8. Apakah anda berjanji kepada Allah untuk meninggalkan
kemaksiatan?
Tidak ada bedanya antara orang yang berjanji kepada Allah (berupa nadzar
atas tebusan dosa yang dilakukannya) dengan orang yang tidak
melakukannya. Karena yang menyebabkan dirinya terjerumus ke dalam
kemksiatan tidak lain hanyalah karena panggilan syahwat (hawa nafsu)
lebih mendominasi dirinya daripada panggilan iman. Janji tersebut tidak
dapat melakukan apa-apa dan tidak berguna.

9. Melakukan kebajikan setelah keburukan
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ''Bertakwalah kepada
Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebajikan
maka kebajikan itu akan menghapus keburukan tersebut, serta
perlakukanlah manusia dengan akhlak yang baik.'' (HR. Ahmad dan
Tirmidzi. Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih)

10. Merealisasikan tauhid
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ''Allah 'Azza wa Jalla
berfirman, 'Barangsiapa yang melakukan kebajikan, maka ia mendapatkan
pahala sepuluh kebajikan dan Aku tambah dan barangsiapa yang melakukan
keburukan keburukan, maka balasannya satu keburukan yang sama, atau
diampuni dosanya. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka
Aku mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang mendekat kepada-ku
sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa; barangsiapa yang datang
kepada-ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari.
Barangsiapa yang menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi tanpa menyekutukan
Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku menemuinya dengan maghfirah yang
sama.'' (HR. Muslim dan Ahmad)

11. Jangan berpisah dengan orang-orang yang baik

a. Persahabatan dengan orang-orang baik adalah amal shalih

b. Mencintai orang-orang shalih menyebabkan sesorang bersama mereka,
walaupun ia tidak mencapai kedudukan mereka dalam amal

c. Manusia itu ada 3 golongan

i. Golongan yang membawa dirinya dengan kendali takwa dan mencegahnya
dari kemaksiatan. Inilah golongan terbaik.

ii. Golongan yang melakukan kemaksiatan dalam keadaan takut dan
menyesal. Ia merasa dirinya berada dalam bahaya yang besar, dan ia
berharapa suatu hari dapat berpisah dari kemaksiatan tersebut.

iii. Golongan yang mencari kemaksiatan, bergembira dengannya dan
menyesal karena kehilangan hal itu.

d. Penyesalan dan penderitaan karena melakukan kemaksiatan hanya dapat
dipetik dari persahabatan yang baik

e. Tidak ada alasan untuk berpisah dengan orang-orang yang baik

12. Jangan tinggalkan da'wah
Said bin Jubair berkata, ''Sekiranya sesorang tidak boleh menyuruh
kebajikan dan mencegah dari kemungkaran sehingga tidak ada dalam dirinya
sesuatu (kesalahanpun), maka tidak ada seorangpun yang menyeru kepada
kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.'' Imam malik berkomentar, ''Ia
benar. Siapakah yang pada dirinya tidak ada sesuatupun (kesalahan).''

13. Jangan cela orang lain karena perbuatan dosanya
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam menceritakan kepada para shahabat
bahwasanya seseorang berkata, ''Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni
si fulan.'' Allah swt berkata, ''Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku
bahwa Aku tidak mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni
dosanya dan Aku telah menghapus amalmu.'' (HR. Muslim).


Disadur secara ringkas dari buku 13 Penawar Racun kemaksiatan
terjemahan dari kitab Sabiilun najah min syu'mil ma'shiyyah)
karangan Muhammad bin Abdullah Ad-Duwaisy, terbitan Darul Haq, Jakarta