Kamis, 23 Juni 2011

Perpisahan itu Menyakitkan, Teman...

Malam ini saya menangis, karena teman. Bukan.. bukan karena dia menyakiti. Bukan karena diri ini dilukai. Juga bukan karena kata-katanya mengiris hati. Tapi karena kebersamaan kami akan diakhiri. Perpisahan itu menyakitkan,teman.. Tapi setiap pertemuan akan ada perpisahan. (tears)
Masih saya ingat masa-masa sulit kita. Saat ke sana ke mari mengejar pembimbing. Saat begadang hingga pagi sampai lupa makan. Saat bersama kita diceramahi dosen. Hingga saat malam menjelang kita ujian sidang. Saat saya menemani kalian menemui dosen penguji yang rumahnya di daerah ‘tempat jin buang anak’. Waktu itu kita takut, cemas, stress. Tapi kalau kita ingat-ingat lagi sekarang, kita akan tertawa bersama. Bahkan saat-saat KKN itu pun masih terbayang di benak saya.
Semuanya sudah kita lalui bersama. Senang, susah, tangis, tawa. Dan ketika ini semua harus diakhiri, sulit bagi saya untuk menerima. Kalian, yang beberapa tahun terakhir mewarnai hari-hari saya, satu-persatu akan meninggalkan saya. Tapi tak mungkin saya menghalangi kepergian kalian. Kalian akan pulang ke kampung halaman, di mana keluarga kalian telah menanti, di mana kalian akan mewujudkan cita-cita, mimpi, dan harapan. (tears)

Malam ini saya benar-benar menangis. Karena saya baru menyadari, hari-hari bersama kalian adalah kenangan tak terlupakan. Meski saya tak sanggup mengatakannya langsung kepada kalian. Semoga suatu saat kalian baca tulisan ini, dan menyadari bahwa kalian adalah orang-orang yang berarti bagi saya. (tears)
Mbak eni, banyak sekali salah saya selama kita berinteraksi. Saya belum bisa menjadi adik yang baik bagimu. Tapi dirimu kakak terbaik bagi saya, yang mampu dan mau mengerti sifat dan kekurangan saya. (cozy)
Yuli, mungkin bagimu saya kekanakan, cengeng (karena saya dirimu yang terlama melihatku menangis). Tapi kata-katamu “tiap liat pernak-pernik Winnie the Pooh selalu ingat Nia dan ingin beliin” sungguh membuat saya terharu.  :’( (cozy)
Semoga kita akan kembali bertemu pada kesempatan lain, ketika kita masing-masing telah meraih mimpi dan cita-cita, aamiin…(worship)

Kamis, 31 Maret 2011

Manusia Sok Tahu

Masih terekam jelas dalam memoriku, betapa paniknya aku hari itu. 10 Maret 2011, aku dan kedua teman satu tim dalam penelitian mendaftar untuk ujian skripsi, setelah hampir sebulan kami di-ACC oleh pembimbing (kalo ada yang nanya kenapa baru daftar, baca aja postingan yang lalu). Dengan detak jantung lebih cepat dari biasanya, aku menemui dosen pengelola skripsi prodi Kimia. Dalam hati berdoa, semoga dapat penguji yang terbaik. Meski begitu, aku mencoba untuk siap jika terjadi kemungkinan terburuk, mengingat salah satu dosen killer di prodi dan paling ditakuti mahasiswa juga hadir dalam seminar skripsiku.
“Permisi, Pak,” sapaku di depan pintu ruangan.
“Ya, masuk,” jawab si bapak.
“Pak, saya mau daftar ujian”, ucapku setelah duduk di kursi yang disediakan.
“Sudah lengkap semua persyaratan ujiannya?”, tanya beliau.
“Sudah, Pak,” jawabku mantap sambil menunjukkan map bergambar Winnie the Pooh *nggak penting disebutin kali* berisi berkas-berkas persyaratan ujian.
“Siapa saja dosen yang hadir waktu seminar?” pertanyaan yang sebenarnya nggak perlu ditanyakan mengingat sang dosen pengelola punya berita acara seminar saya.
“Selain pembimbing dan penguji, ada Pak ****,” jawabku ragu, satu dosen lagi sengaja tak kusebutkan.
“Ya sudah, penguji tiganya Pak **** saja,” kata si Bapak sambil menuliskan nama Pak **** di buku catatannya. “Mana surat permohonan pengoreksian skripsi untuk pengujinya?”, lanjutnya.
“Oh, iya pak.. ketinggalan di luar. Sebentar, Pak,” jawabku, lalu keluar untuk mengambil surat yang dimaksud.
Betapa terkejutnya aku ketika masuk kembali, sang dosen pengelola skripsi telah mencoret nama Pak **** dan menggantinya dengan nama dosen yang sengaja tak kusebutkan tadi, dan berkata,
“Kamu pengujinya Pak ****** saja, ya. Nggak pa-pa kok, bapaknya kan baik.” (panic)
Dan langsung saja aku berpraksangka, mungkin si bapak pengelola skripsi baru menyadari penampilanku. Ya, yang kutahu, si bapak tidak menyukai orang-orang ‘sepertiku’. Orang-orang yang suka demo, yang suka ikut campur urusan pejabat kampus. (okok)
Akhirnya, dengan langkah gontai aku keluar dari ruangan. Ekspresi kesedihan mengiringi langkahku menghampiri teman-teman yang menunggu di luar. Dan mereka sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Hari itu mendung bergayut di hatiku. BĂȘte, pusing, kesal, bingung, takut, semuanya jadi satu. Ditambah lagi kata-kata hiperbola dari dosen pembimbingku waktu aku memberitahu hal ini kepada beliau. *habislah kamu* katanya waktu itu (cry). Apalagi aku tahu, bahwa Pak ****** itu memiliki hubungan yang tidak baik dengan pembimbing satuku. Bahkan mahasiswa bimbingan Pak ****** pernah dibantai habis oleh pembimbingku ketika ujian.
Tapi ada sedikit kekuatan yang kudapat dari pembimbing duaku yang sudah kuanggap ayahku sendiri. Dengan bijaksana dan kebapakkan beliau memberiku semangat. Serta meyakinkanku semua akan baik-baik saja. Beliau juga yang mengingatkanku untuk berdoa, karena apapun bisa terjadi dengan kehendak-Nya. Beda sekali dengan pembimbing satuku yang terus menakut-nakuti setiap kami bertemu.
Hari terus berlalu, panjang sekali kalau kutulis semua di sini. Tibalah saat ujianku. Jadwal ujianku jam 09.00. Tapi jam 08.00 aku dan teman yang juga ujian hari itu dipanggil pembimbing, dan dimarahi dengan kata-kata yang seharusnya tidak perlu diucapkan, apalagi di detik-detik menjelang kami ujian. Lima belas menit menjelang ujian, baru aku bisa mempersiapkan diri. Saat itu aku sibuk menenangkan perasaan yang sesak akibat kata-kata si pembimbing. Apapun itu, jangan sampai mempengaruhi performance-ku nanti. (rock)
Bismillah.. dengan percaya diri kupresentasikan hasil penelitianku. Hingga akhirnya selesai dan satu-persatu dosen penguji memberi pertanyaan. Tanpa kuduga, jawaban begitu saja keluar dari lisanku. Dan para penguji bisa menerima semua jawabanku, meski ada beberapa perbaikan yang harus kulakukan. Penguji tiga yang aku khawatirkan akan mempersulit mengingat hubungannya yang tidak baik dengan pembimbingku sama sekali tidak menunjukkan sikap tak bersahabat, apalagi balas dendam. Sebaliknya beliau begitu ramah dan professional.
Setelah tanya jawab selesai, aku dipersilakan keluar sementara para penguji merundingkan nilai untukku. Rasa tenang seketika menjalari hatiku. Aku sudah melakukan yang terbaik yang aku bisa, maka untuk hasilnya kuserahkan kepada Allah.
Perundingan selesai, dan aku pun dipersilakan kembali memasuki ruang siding. Detak jantungku kembali berdetak lebih cepat. Kelegaan yang luar biasa seketika kurasakan begitu pembimbing mengumumkan nilaiku. Alhamdulillah..(worship)
Setelah semua selesai, kuperhatikan lembar rekapitulasi nilaiku yang telah diisi oleh semua dosen penguji. Dan ternyata Pak ****** sang penguji tiga yang dulu aku takuti memberikan nilai yang cukup tinggi. Subhanallah.. selama ini aku sudah bersu’udzan dengan beliau. Bersu’udzan dengan Allah. Bahkan aku dan teman-teman pernah berprasangka kalau dosen pengelola skripsi dan Pak ****** telah bersekongkol untuk menjatuhkan aku dan dosen pembimbingku. Masyaallah.. (doh)
Begitulah sok tahu-nya aku. Padahal dengan sepenuh hati aku selalu berdoa agar Allah memberikan yang terbaik dalam setiap langkahku. Tapi kenapa aku berprasangka buruk ketika Allah telah memberikan yang terbaik bagiku. Benar-benar manusia sok tahu (taser).
“… Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216).
Rasanya ayat ini sudah jelas. Dan Allah telah memberi apa yang kupinta, yang terbaik. Ya Allah, ampuni aku. Ampuni dosaku yang menggunung tinggi dengan rahmat-Mu yang melangit luas..(worship)

*nb: Pak **** yang hampir saja menjadi dosen penguji tigaku malah marah-marah pada hari ujian karena sesuatu hal yang tidak perlu disebutkan di sini. nggak kebayang kalau beliau yang jadi pengujiku*

Sabtu, 26 Maret 2011

Astaghfirullah..

Abis baca sebuah blog tentang tanda2 kematian. astaghfirullah.. ya Allah, begitu lama aku terlalu disibukkan oleh urusan dunia (tears). begitu sungguh2 aku merencanakan masa depanku di dunia. hingga aku lupa, aku terlena. bekal apa yang akan kubawa ketika masa itu tiba (tears). ya Allah.. ampuni hamba..

Kabulkanlah, ya Allah..

Empat hari lagi, ya Allah... Jantungku udah terasa berdetak lebih cepat. Apa yang bakal terjadi empat hari lagi? Semuanya masih jadi misteri. Tapi aku mencoba berpositif thinking, aku akan bisa melaluinya dengan baik. Meski pembimbing dan pengujiku berselisih, semoga mereka bisa profesional..

Ya Allah, ini baru ujian di kampus. Masih banyak ujian-ujian lain yang mungkin lebih berat. Aku nggak pengen ciut nyali. Aku pengen jadi Nia yang mentalnya baja, bukan mental tempe.

Ya Allah, para penguji itu makhlukMu. Engkaulah yang menggenggam hati mereka. Engkau jua yang menguasai jiwa mereka. Lembutkanlah hati mereka untukku, ya Allah..Ya Allah, Engkau pula yang menggenggam hati ini. Maka tenangkanlah, ya Allah..

Ya Allah, apa yang terjadi di ruang sidang itu semua atas kehendakMu. Berikanlah yang terbaik, ya Allah.. Berikanlah kemudahan padaku untuk melaluinya.. 


Aamiin Allahumma Amiin...

subhanallah...


Kerinci, walaupun baru satu kali ke sana dan dalam momen yang nggak menyenangkan (baca: KKN), tapi beneran deh.. sekarang tempat inilah yang sangat kurindukan. Apalagi kalau lagi gelisah gini, ugh.. rasanya pengen ngelepasin semua beban di birunya danau, di hijaunya sawah, di sejuknya gunung, di gelapnya hutan..*apasih*

Hmm.. beneran rindu menghirup udara segar Bumi Sakti Alam Kerinci.. Rindu jeprat-jepret pemandangannya.. Rindu keramahan warganya..:(




uuaaaaaaaaaargh...!

Jumat, 18 Februari 2011

Menangisi Kebodohan

Kadang aku lelah dengan semua ini…
Ya Allah, ampuni hambaMu yang tak bersyukur ini…(tears)
Ingin mendengar curhat orang…
Agar aku sadar, betapa banyak nikmatNya yang harus kusyukuri, bukan kusesali, apalagi kutangisi…
Aaaaarrrgghhhhh…!
Bodohnya aku! Nikmat Tuhan manakah yang akan kau dustai?! (tears)

Rabu, 16 Februari 2011

Menyesal di Akhir Tiada Guna, Menyesal di Awal Tak Akan Ada

Dari judulnya udah ketauan, pasti postingan ini ttg sebuah penyesalan. Yah, anggap aja curhatan. Atau, mungkin juga perenungan. Karena yang nulis emang lagi menyesal.
Ceritanya,  yang nulis ini sekarang lagi bingung. Skripsi udah diACC. Udah tinggal daftar ujian aja, ngubungin penguji, nentuin jadwal, udah. Tapi yang jadi masalah adalah, untuk bisa ujian perlu ngumpulin berkas-berkas kontrakan kuliah dari semester satu. Nah, sekarang ini yang nulis nggak inget di mana aja nyimpen berkas-berkas itu. Yang disesalkan, kenapa nggak dari awal ngumpulin berkas-berkas itu di satu tempat yang rapi. Kan nggak jadi bingung gini. Belum lagi ngumpulin kartu-kartu kuliah yang ternyata banyak yang belum ditandatanganin dosen *ada tigapuluh mata kuliah* (doh) parah banget.
Mungkin temen-temen pada bingung, separah itukah keteledoran si mpunya tulisan ini? *padahal yang nulis ini beberapa kali punya tugas yg berhubungan dengan arsip-arsipan*. Nah, ini juga ada hubungan dengan penyesalan.
Yah, awalnya sih yang nulis ini nggak berniat seratus persen untuk kuliah di tempat dia menuntut ilmu sekarang. Dari awal, ada harapan untuk mengenyam pendidikan di bidang yang diminati oleh yang nulis ini *baca: psikologi* (cozy). Makanya karena nggak niat itulah, yang nulis ini asal-asalan aja nyimpen berkas-berkas kuliah, toh dalam pikiran yang nulis berkas-berkas itu nggak bakal digunain lagi. Eh, ternyata setelah yang nulis lulus di fakultas idamannya, sang ibu dari yang nulis ini begitu sayang dengan anaknya *yang nulis* sampai-sampai nggak mau berpisah. So, yang nulis ini mau nggak mau tetep ngelanjutin kuliah di sini juga.
Dan sekarang berkas-berkas yang dulu dianggap nggak penting oleh yang nulis ini jadi bener-bener penting. Tapi ya apa mau dikata. Menyesal udah nggak ada gunanya. Sekarang dijadiin pelajaran aja deh. Insyaallah kalo yang nulis ada kesempatan untuk ngelanjutin kuliah ke S2 atau S3, kesalahan ini nggak akan diulangin lagi.
Ya udah, deh. Sekarang yang nulis ini mau berbingung-bingung ria dulu. Doain berkas-berkas dan kartu-kartu kuliah yang nulis ini bisa segera diurus, dipermudah dalam penyelesaiannya, dan yang nulis ini bisa segera daftar ujian skripsi ya…(worship)

Selasa, 15 Februari 2011

Sebait Lagu Rindu

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Namun kita tak pernah tahu kapan kematian itu akan datang. Kita tidak pernah dapat menebaknya. Begitu pula yang terjadi padaku tiga tahun yang lalu. Tak pernah terpikir dalam benakku bahwa hari itu terakhir kalinya aku melihat senyum di wajah ayahku. Senyum yang sejak saat itu selalu kurindukan, selalu kuharapkan hadir dalam mimpi-mimpiku.
Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Semua di dunia ini milik-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Ayahku pun milik-Nya, dan telah kembali kepada-Nya. Aku sadar betul akan hal itu. Tapi, hidup bersama selama hampir 19 tahun, merasakan kasih sayang beliau, telah membuatku benar2 merasa kehilangan. Bukan hal yang mudah bagiku untuk menguatkan diri ketika menyadari bahwa setelah ini tak dapat kurasakan lagi perhatiannya, tak dapat lagi kudengar nasehatnya, gurau dan tawanya, tak ada lagi peluk eratnya, dan kecupannya di dahiku ketika aku memperoleh prestasi.
Selama ini ayah adalah sosok yang paling mengerti aku. Ayah adalah sosok bapak yang selalu dirindu putra putrinya. Ayahku pendidik, pembimbing, penasehat, bahkan ada kalanya menjadi sahabat bagiku. Ayahku tak pernah marah, setiap kata yang keluar dari mulutnya mencerminkan kelembutan, ketenangan, dan kebijaksanaan.
Dan hari ini rinduku membuncah lagi. Rindu pada hangat pelukannya, canda tawanya, dan nasehat lembutnya yang selalu memotivasi untuk menjadi yang terbaik. Maka, dengan sepenuh rindu, kulantunkan doa melalui sebait lagu ini..
Kasihilah dia di sana..
Di dalam kesendiriannya..
Lapangkanlah alam kuburnya..
Terangilah dengan cahayaMu..
Duhai Rabbi, ampunkan dia..
Sejahterakan dengan rahmatMu..
Yang tak pudar di telan masa..
Izinkanlah kami meminta..

**mungkin lebih tepatnya dua bait**
*tulisan nggak jelas, cuma luapan rindu.. udah nggak bisa nulis (emang pernah bisa?)*