Jumat, 18 Februari 2011

Menangisi Kebodohan

Kadang aku lelah dengan semua ini…
Ya Allah, ampuni hambaMu yang tak bersyukur ini…(tears)
Ingin mendengar curhat orang…
Agar aku sadar, betapa banyak nikmatNya yang harus kusyukuri, bukan kusesali, apalagi kutangisi…
Aaaaarrrgghhhhh…!
Bodohnya aku! Nikmat Tuhan manakah yang akan kau dustai?! (tears)

Rabu, 16 Februari 2011

Menyesal di Akhir Tiada Guna, Menyesal di Awal Tak Akan Ada

Dari judulnya udah ketauan, pasti postingan ini ttg sebuah penyesalan. Yah, anggap aja curhatan. Atau, mungkin juga perenungan. Karena yang nulis emang lagi menyesal.
Ceritanya,  yang nulis ini sekarang lagi bingung. Skripsi udah diACC. Udah tinggal daftar ujian aja, ngubungin penguji, nentuin jadwal, udah. Tapi yang jadi masalah adalah, untuk bisa ujian perlu ngumpulin berkas-berkas kontrakan kuliah dari semester satu. Nah, sekarang ini yang nulis nggak inget di mana aja nyimpen berkas-berkas itu. Yang disesalkan, kenapa nggak dari awal ngumpulin berkas-berkas itu di satu tempat yang rapi. Kan nggak jadi bingung gini. Belum lagi ngumpulin kartu-kartu kuliah yang ternyata banyak yang belum ditandatanganin dosen *ada tigapuluh mata kuliah* (doh) parah banget.
Mungkin temen-temen pada bingung, separah itukah keteledoran si mpunya tulisan ini? *padahal yang nulis ini beberapa kali punya tugas yg berhubungan dengan arsip-arsipan*. Nah, ini juga ada hubungan dengan penyesalan.
Yah, awalnya sih yang nulis ini nggak berniat seratus persen untuk kuliah di tempat dia menuntut ilmu sekarang. Dari awal, ada harapan untuk mengenyam pendidikan di bidang yang diminati oleh yang nulis ini *baca: psikologi* (cozy). Makanya karena nggak niat itulah, yang nulis ini asal-asalan aja nyimpen berkas-berkas kuliah, toh dalam pikiran yang nulis berkas-berkas itu nggak bakal digunain lagi. Eh, ternyata setelah yang nulis lulus di fakultas idamannya, sang ibu dari yang nulis ini begitu sayang dengan anaknya *yang nulis* sampai-sampai nggak mau berpisah. So, yang nulis ini mau nggak mau tetep ngelanjutin kuliah di sini juga.
Dan sekarang berkas-berkas yang dulu dianggap nggak penting oleh yang nulis ini jadi bener-bener penting. Tapi ya apa mau dikata. Menyesal udah nggak ada gunanya. Sekarang dijadiin pelajaran aja deh. Insyaallah kalo yang nulis ada kesempatan untuk ngelanjutin kuliah ke S2 atau S3, kesalahan ini nggak akan diulangin lagi.
Ya udah, deh. Sekarang yang nulis ini mau berbingung-bingung ria dulu. Doain berkas-berkas dan kartu-kartu kuliah yang nulis ini bisa segera diurus, dipermudah dalam penyelesaiannya, dan yang nulis ini bisa segera daftar ujian skripsi ya…(worship)

Selasa, 15 Februari 2011

Sebait Lagu Rindu

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Namun kita tak pernah tahu kapan kematian itu akan datang. Kita tidak pernah dapat menebaknya. Begitu pula yang terjadi padaku tiga tahun yang lalu. Tak pernah terpikir dalam benakku bahwa hari itu terakhir kalinya aku melihat senyum di wajah ayahku. Senyum yang sejak saat itu selalu kurindukan, selalu kuharapkan hadir dalam mimpi-mimpiku.
Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Semua di dunia ini milik-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Ayahku pun milik-Nya, dan telah kembali kepada-Nya. Aku sadar betul akan hal itu. Tapi, hidup bersama selama hampir 19 tahun, merasakan kasih sayang beliau, telah membuatku benar2 merasa kehilangan. Bukan hal yang mudah bagiku untuk menguatkan diri ketika menyadari bahwa setelah ini tak dapat kurasakan lagi perhatiannya, tak dapat lagi kudengar nasehatnya, gurau dan tawanya, tak ada lagi peluk eratnya, dan kecupannya di dahiku ketika aku memperoleh prestasi.
Selama ini ayah adalah sosok yang paling mengerti aku. Ayah adalah sosok bapak yang selalu dirindu putra putrinya. Ayahku pendidik, pembimbing, penasehat, bahkan ada kalanya menjadi sahabat bagiku. Ayahku tak pernah marah, setiap kata yang keluar dari mulutnya mencerminkan kelembutan, ketenangan, dan kebijaksanaan.
Dan hari ini rinduku membuncah lagi. Rindu pada hangat pelukannya, canda tawanya, dan nasehat lembutnya yang selalu memotivasi untuk menjadi yang terbaik. Maka, dengan sepenuh rindu, kulantunkan doa melalui sebait lagu ini..
Kasihilah dia di sana..
Di dalam kesendiriannya..
Lapangkanlah alam kuburnya..
Terangilah dengan cahayaMu..
Duhai Rabbi, ampunkan dia..
Sejahterakan dengan rahmatMu..
Yang tak pudar di telan masa..
Izinkanlah kami meminta..

**mungkin lebih tepatnya dua bait**
*tulisan nggak jelas, cuma luapan rindu.. udah nggak bisa nulis (emang pernah bisa?)*