Selasa, 15 Februari 2011

Sebait Lagu Rindu

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Namun kita tak pernah tahu kapan kematian itu akan datang. Kita tidak pernah dapat menebaknya. Begitu pula yang terjadi padaku tiga tahun yang lalu. Tak pernah terpikir dalam benakku bahwa hari itu terakhir kalinya aku melihat senyum di wajah ayahku. Senyum yang sejak saat itu selalu kurindukan, selalu kuharapkan hadir dalam mimpi-mimpiku.
Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Semua di dunia ini milik-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Ayahku pun milik-Nya, dan telah kembali kepada-Nya. Aku sadar betul akan hal itu. Tapi, hidup bersama selama hampir 19 tahun, merasakan kasih sayang beliau, telah membuatku benar2 merasa kehilangan. Bukan hal yang mudah bagiku untuk menguatkan diri ketika menyadari bahwa setelah ini tak dapat kurasakan lagi perhatiannya, tak dapat lagi kudengar nasehatnya, gurau dan tawanya, tak ada lagi peluk eratnya, dan kecupannya di dahiku ketika aku memperoleh prestasi.
Selama ini ayah adalah sosok yang paling mengerti aku. Ayah adalah sosok bapak yang selalu dirindu putra putrinya. Ayahku pendidik, pembimbing, penasehat, bahkan ada kalanya menjadi sahabat bagiku. Ayahku tak pernah marah, setiap kata yang keluar dari mulutnya mencerminkan kelembutan, ketenangan, dan kebijaksanaan.
Dan hari ini rinduku membuncah lagi. Rindu pada hangat pelukannya, canda tawanya, dan nasehat lembutnya yang selalu memotivasi untuk menjadi yang terbaik. Maka, dengan sepenuh rindu, kulantunkan doa melalui sebait lagu ini..
Kasihilah dia di sana..
Di dalam kesendiriannya..
Lapangkanlah alam kuburnya..
Terangilah dengan cahayaMu..
Duhai Rabbi, ampunkan dia..
Sejahterakan dengan rahmatMu..
Yang tak pudar di telan masa..
Izinkanlah kami meminta..

**mungkin lebih tepatnya dua bait**
*tulisan nggak jelas, cuma luapan rindu.. udah nggak bisa nulis (emang pernah bisa?)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar